The Daypackers: Sali, si Anak Kampung Sini


by Deni



Gue percaya, bermain adalah aktivitas yang sangat penting bagi intelektualitas seorang anak. Semakin kaya pengalaman bermainnya, anak tersebut punya kesempatan untuk tumbuh lebih cerdas secara intelektual, emosional, bahkan social, dan spiritual. Setidaknya itu simpulan yang gue dapat hasil membaca beberapa literatur seperti A Child's Work: The Importance of Fantasy Play-nya Vivian Gussin Paley dan beberapa artikel lain di internet mengenai hal ini.

Selama tidak membahayakan dirinya dan mengganggu orang lain, gue akan mempersilakan Sali buat mencoba semua hal yang ingin dia lakukan. Pada dasarnya, tugas seorang anak adalah bermain. Karena di masa depan, pengalaman bahagia dan puas bermain ini diharapkan bisa bikin dia jadi manusia yang baik.

Di sebuah buku yang membahas mengenai kelemahan pendidikan formal di Amerika, gue menemukan sebuah kutipan yang gue inget secara samar-samar. Buku itu bilang, “Jadilah orang baik maka kau akan bahagia, atau jadilah bahagia maka kau akan menjadi orang baik.” Gue lupa judul buku itu, mungkin ada yang ingat?


Kutipan tadi mengingatkan gue soal petualangan kecil gue dan Sali di suatu sore di bulan September 2013. Saat itu Sali terlihat rungsing. Semua salah di matanya. Minta banyak hal cuma buat bisa ngomel karena kami gak bisa kasih hal itu ke dia. Cari masalah keliatannya. Biar bisa ngambek, marah-marah kemudian nangis karena kesal. Sali butuh alasan yang dia buat-buat supaya bisa nangis. Karena dia belum bisa ngomong ke kami kalau dia lagi kesal, marah, atau sedih.

Sore itu gue ngeliat kayaknya dia bosan main di dalam rumah. Akhirnya gue spontan ngajak dia jalan-jalan keluar rumah. Gak jauh sih, cuma ke belakang komplek rumah yang masih ada lapangan tanah luas. Perumahan tempat kami tinggal dikelilingi oleh sawah dan sungai. Dulu lapangan luas ini adalah sawah dan Sali pernah beberapa kali gue ajak ke sana. Ini adalah kali pertama kami ke sini setelah sawah itu digusur untuk dijadikan area perluasan perumahan di komplek rumah kami.
Gue bilang sama Sali, “Di sini, Sali boleh teriak-teriak.” Dia liat gue malu-malu sambil bilang, “Maaf Abah, Sali teriak-teriak tadi.” Gue bilang aja, “Iya. Kalo di sini boleh. Sali teriak deh sepuasnya. Gak ada yang keganggu sama suara Sali kalo teriak di sini.” Dia malah bilang, “Gak, ah.”

Ya udah, gue ajak dia buat eksplor tanah lapang itu. “Abah pura-pura anter Sali sekolah, yah,” katanya. Gue mengiyakan aja sambil terus ngajak jalan-jalan. Gue suruh dia lari-lari. Dia langsung ngabur menjauh dari gue sambil lari dan teriak-teriak. “Lebih kenceng larinya, Sal,” teriak gue ke Sali. Dia malah ketawa-tawa lari balik ke arah gue.

Permainan ‘mengantar ke sekolah’ berubah menjadi ‘Sali si tukang bangunan’ ketika kami menemukan tumpukan pasir, batako, dan sebuah drum minyak tua. “Sali jadi abang-abang yang beresin rumah, Abah jadi Abah, yah.” Dia langsung gondol-gondol batako yang ukurannya cukup besar dan berat buat anak kecil seumuran dia. Awalnya gue agak takut kalo batako itu jatuh dan kena kaki dia. Ternyata Sali cukup perkasa. Batako itu dia angkat tanpa kesulitan. Agak berat sih, tapi dia berhasil angkat satu per satu dan tumpuk di samping drum minyak. Setelah selesai, dia suruh gue naik dan liat isi drumnya. Gue bilang, “Sali aja, kan Sali yang tumpuk.” Bener dugaan gue, emang dia yang penasaran buat liat isi drumnya. Dia pasti takut dilarang naek ke tumpukan batako yang dia buat. Setelah mastiin kalo tumpukan batakonya cukup stabil, gue bantu dia naik buat liat apa isi drumnya. “Wah, banyak ikannya,” katanya. Permainan berubah lagi menjadi ‘hari memancing sedunia’.

Tanpa perlu ganti wardrobe, kami kini menjadi dua orang nelayan yang sibuk memancing di drum minyak bekas. Banyak sekali imajinasi yang pengen dia wujudkan. Ngomong terus dia selama mancing, mastiin kalo gue bisa nangkep ikan. Dia yakin kalau dia lebih mahir mancing dari gue, jadi banyak banget nyuruh gue ini dan itu. Karena dia lebih senior, gue nurut aja.

Permainan memancing berakhir ketika si nelayan senior tiba-tiba ingat, dia harus ke sekolah. Maka kami berlari-lari lagi di lapangan tanah itu. Lalu dia balik lagi ke tumpukan pasir dan mulai siap-siap menggunakannya menjadi perosotan. Setelah gue pastiin gak ada benda-benda tajam, gue bolehin dia beberapa kali merosot di tumpukan pasir.

Setelah main perosotan, kami kembali berlari ke ‘sekolah’. Dia sempat jatuh ketika akan turun dari daerah tanah yang agak tinggi. Dia duduk sambil bilang, “kotor, Bah.” Gue bilang gak apa-apa, bisa di cuci nanti, ayo berdiri.” Dia langsung berdiri dan lari-lari lagi. Dalam hati gue bilang, untung ada laundry kiloan dekat rumah. Ha ha ha ha.

Sejam lebih Sali main di tanah lapang. Gue ajak dia mendekat ke kumpulan anak-anak yang juga lagi sibuk bermain di atas traktor. Mereka jauh lebih tua umurnya dari Sali. Sekitar 3-5 tahun lebih tua dari Sali. Gue ajak Sali bermain sama mereka. Tapi karena agak jauh beda umurnya, Sali agak malu-malu. Tapi sebenernya dia mau main, meski minta ditemenin sama gue. Bertemu dan bermain sama kakak-kakak ini membuat Sali resmi jadi “Anak Kampung Sini” di Desa Limo.

Kakak-kakak ini seru banget. Mereka bertualang di sekitaran area perumahan dan kata mereka, biasanya main juga di sungai.  Wah, asyik banget. Buat anak jaman sekarang - apalagi yang tinggal di perkotaan, kotor-kotoran main pasir dan tanah, lari-lari di lapangan luas, dan mandi di sungai adalah sebuah hal yang sulit banget didapetin. Orang tua di perkotaan biasanya mengeluarkan usaha lebih supaya anaknya bisa maen tanah, liat sungai, sawah, atau main di alam bebas. Beruntunglah Sali dan teman-temannya ini bisa dapetin semua itu tanpa perlu susah payah.

Sali terlihat masih asyik main sama  kakak-kakak temen barunya waktu gue ajak dia pulang. Sudah sore, harus mandi dan istirahat. Sali pamit sama kakak-kakak dan kami jalan pulang. Meski tidak berjalan jauh, tidak pakai daypack, dan tidak mengeluarkan biaya mahal, hari itu kami telah merampungkan sesi The Daypackers.

Sali pulang sambil gak berhenti-berhenti membuat gue berjanji buat main lagi di tanah lapang itu. Semoga saja pembangunan area perumahan di sana tidak buru-buru dikerjakan. Sehingga kami punya tanah lapang pribadi buat kami bermain. Salam daypacking, teman-teman!


Comments

  1. ah, serunya. kalian keluarga yang baik :)

    ReplyDelete
  2. @atta ah terlalu tinggi kata baik buat kami ta.. :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts